Membaca “Menunggu Pulang” Karya Suryawan Wahyu Prasetyo: Rumah Dengan Banyak Pintu

Image

Semua orang punya definisi tentang “rumah” yang berbeda satu sama lain. Rumah bisa jadi adalah bangunan dengan pintu, jendela dan atap, yang kita tinggali. Rumah kemudian bisa diartikan menjadi bentuk-bentuk yang lebih abstrak; keluarga biologis, teman-teman yang memiliki kesamaan minat, hati seseorang, kenang-kenangan, harapan tentang masa depan. Seperti yang terangkum dalam buku kumpulan cerpen “Menunggu Pulang” karya Suryawan Wahyu Prasetyo atau yang akrab disapa Yuya. Terdapat 18 judul cerita dalam buku ini dan tiap cerita memaknai bentuk rumah, tujuan seseorang untuk pulang, yang berbeda satu sama lain.

Seperti yang dikatakan oleh Yuya, sang penulis, dalam pengantar buku ini bahwa baginya menulis adalah mendokumentasikan, seperti itulah rasanya membaca cerita-cerita dalam buku ini. Tiap cerita terasa begitu dekat, seperti sedang melihat-lihat album foto seseorang, mengintip sebagian dari sejarah hidupnya. Continue reading

Menunggu

Hujan di awal bulan Desember. Dan aku melihat kamu tertegun di bawah derasnya. Seperti melupakan sekitar, tak peduli apa-apa. Aku tahu, kamu sedang menyembunyikan air mata.

“Kamu… mau pulang?” aku bertanya hati-hati, pada pembicaraan kita yang terakhir. Kamu Continue reading

Rindu KAMU

“Jadi.. Apa yang terjadi setahun ini? Bahagia lo di sana?”

Aku baru saja menghempaskan diri di tempat tidur kamarnya, tempat dulu aku sering menginap jika aku bertengkar dengan ayahku, atau aku pulang terlambat hingga tak dibolehkan masuk ke rumah. Bantal yang kini di pangkuanku adalah saksi untuk tiap air mata yang mengalir pelan-pelan saat dia kira aku sedang tidur. Continue reading

Akhir 31 di Lantai 31

Layar monitor PC-ku masih menyala. Secangkir kopi, bukan kopi hitam, menemani malamku. Baru saja senja berlalu dari pandanganku. Ya, ini senja terakhir di tahun 2009. Kalender di meja kerjaku masih memajang kalender 2009. Aku belum punya kalender tahun 2010, padahal 2010 hanya tersisa beberapa jam lagi.

Kulirik jam dinding di sudut ruang. Masih pukul 22.25 WIB. Tugas aku belum selesai dan masih lama menuju pukul 24.00 WIB. Aku kembali menekuni dokumen dengan PC-ku. Continue reading

Mengingat Pulang

Ketika mendengar kata pulang aku selalu teringat akan pergi dan rumah. Tiga kata yang menurutku berkaitan erat. Ketika aku masih sekolah dasar, orang tuaku selalu bertanya “Pulang jam berapa?” setiap aku pergi untuk bermain. Aku sendiri selalu menjawab, “nanti….” sambil teriak dan berlari pergi ke luar rumah. Pada kenyataanya aku hampir selalu pulang ketika senja sebelum maghrib, ketika aku sudah letih bermain dan teman-teman sebayaku juga sudah pulang ke rumah masing-masing. Saat ini, ketika aku sudah kuliah semester sangat akhir, aku mengidentifikasikan pulang sebagai suatu kegiatan untuk kembali ke rumah, setelah pergi tentu saja.

Karena darah Jawa yang mengalir di tubuhku atau karena sampai saat ini aku lebih banyak menghabiskan umur di tanah Jawa, aku lebih suka menggunakan kata “mulih” (Bahasa Jawa yang berarti pulang). Menurutku “mulih” mewakili banyak hal dalam kaitannya pergi dan kembali ke rumah. Continue reading

Merindumu

Mailbox. Sudah beberapa hari ini, handphone-mu sulit kuhubungi.

“Maaf Ai, aku lagi ada meeting tadi di kantor. Sudah beberapa hari ini, aku sibuk dengan project ini. Nanti kalau kosong, aku telepon kamu.”

Tuuut…. Telepon terputus.

***

Dua tahun sudah kau tinggal di sana, Jakarta. Tempat semua jenis manusia bermuara. Sejak panggilan kerja di salah satu perusahaan event organizer itu menyapa. Kau lebih memilihnya daripadaku. Continue reading

Aku Takut Pulang

Siapa bilang pulang selalu menyenangkan?

Beberapa hari ini perasaanku tidak enak. Pikiranku kalut. Cemas. Aku takut.

Belakangan aku harus sering menoleh ke belakang tiba-tiba. Perasaanku mengatakan ada yang terus mengawasiku. Menguntitku kemana pun aku pergi. Bahkan ketika aku sendiri duduk di toilet, perasaan seperti itu justru kerap kali muncul. Namun, tiap kali menoleh, tak kutemukan siapa-siapa, kosong. Sejenak aku lega, tapi hanya sesaat saja. Ketakutan, kecemasan itu tak hilang begitu saja, sering datang tanpa terduga-duga.

Continue reading

Kepulangan yang Kutunggu

Akhirnya hari ini datang juga. Suamiku menerima pesan dari wanita yang ia tunggu. Tiga tahun sudah ia gelisah.

***

Hari pernikahan, akhirnya. Melihatnya datang bersama rombongan keluarga besar, aku mengintip dari balik tirai kamar. Tak ada debar berlebih di jantungku. Hanya sedikit cemas, kalau-kalau semua tak berjalan sesuai rencana. Sisanya, kunikmati saja. Continue reading

Jalan Pulang

Kita bertemu lagi. Sudah empat tahun sejak pertemuan kita yang terakhir. Kita bertemu di tempat yang sama, tempat dahulu kita memiliki ritual sakral setiap minggu. Dua orang yang bukan siapa-siapa, berdua, menikmati secangkir kopi panas, dan mendengarkan ceritamu. Kau masi mempesona seperti dulu. Empat tahun berpisah, kau tampak semakin matang sekarang.

Continue reading