Membaca “Menunggu Pulang” Karya Suryawan Wahyu Prasetyo: Rumah Dengan Banyak Pintu

Image

Semua orang punya definisi tentang “rumah” yang berbeda satu sama lain. Rumah bisa jadi adalah bangunan dengan pintu, jendela dan atap, yang kita tinggali. Rumah kemudian bisa diartikan menjadi bentuk-bentuk yang lebih abstrak; keluarga biologis, teman-teman yang memiliki kesamaan minat, hati seseorang, kenang-kenangan, harapan tentang masa depan. Seperti yang terangkum dalam buku kumpulan cerpen “Menunggu Pulang” karya Suryawan Wahyu Prasetyo atau yang akrab disapa Yuya. Terdapat 18 judul cerita dalam buku ini dan tiap cerita memaknai bentuk rumah, tujuan seseorang untuk pulang, yang berbeda satu sama lain.

Seperti yang dikatakan oleh Yuya, sang penulis, dalam pengantar buku ini bahwa baginya menulis adalah mendokumentasikan, seperti itulah rasanya membaca cerita-cerita dalam buku ini. Tiap cerita terasa begitu dekat, seperti sedang melihat-lihat album foto seseorang, mengintip sebagian dari sejarah hidupnya. Continue reading

Menunggu

Hujan di awal bulan Desember. Dan aku melihat kamu tertegun di bawah derasnya. Seperti melupakan sekitar, tak peduli apa-apa. Aku tahu, kamu sedang menyembunyikan air mata.

“Kamu… mau pulang?” aku bertanya hati-hati, pada pembicaraan kita yang terakhir. Kamu Continue reading

Menjelajah Waktu

Anggaplah aku berteman dengan Doraemon. Oh, atau anggap saja aku Doraemon, supaya lebih mudah. Menurut petunjuk yang aku dapatkan dari bos-ku, sekarang ini aku ditugaskan menjadi penjelajah mesin waktu. Dia sudah menyiapkan sesuatu untukku, katanya. Rasanya aku bersemangat sekali, beraksi menjadi time traveler, seperti si ganteng Eric Bana.

Bos membekaliku dengan benda mirip jam tangan. Laci Doraemon sudah so last year. Sementara adegan Eric Bana terlalu ekstrim. Sepertinya ini penjelajahan waktu paling sempurna. Jam tangan itu yang akan membawaku berjalan-jalan, dan aku akan sampai di tujuan dalam keadaan berpakaian lengkap. Maaf ya Eric Bana, aku lebih canggih darimu. Continue reading

Mengingat Pulang

Ketika mendengar kata pulang aku selalu teringat akan pergi dan rumah. Tiga kata yang menurutku berkaitan erat. Ketika aku masih sekolah dasar, orang tuaku selalu bertanya “Pulang jam berapa?” setiap aku pergi untuk bermain. Aku sendiri selalu menjawab, “nanti….” sambil teriak dan berlari pergi ke luar rumah. Pada kenyataanya aku hampir selalu pulang ketika senja sebelum maghrib, ketika aku sudah letih bermain dan teman-teman sebayaku juga sudah pulang ke rumah masing-masing. Saat ini, ketika aku sudah kuliah semester sangat akhir, aku mengidentifikasikan pulang sebagai suatu kegiatan untuk kembali ke rumah, setelah pergi tentu saja.

Karena darah Jawa yang mengalir di tubuhku atau karena sampai saat ini aku lebih banyak menghabiskan umur di tanah Jawa, aku lebih suka menggunakan kata “mulih” (Bahasa Jawa yang berarti pulang). Menurutku “mulih” mewakili banyak hal dalam kaitannya pergi dan kembali ke rumah. Continue reading

Kepulangan yang Kutunggu

Akhirnya hari ini datang juga. Suamiku menerima pesan dari wanita yang ia tunggu. Tiga tahun sudah ia gelisah.

***

Hari pernikahan, akhirnya. Melihatnya datang bersama rombongan keluarga besar, aku mengintip dari balik tirai kamar. Tak ada debar berlebih di jantungku. Hanya sedikit cemas, kalau-kalau semua tak berjalan sesuai rencana. Sisanya, kunikmati saja. Continue reading