Awan mendung menyelimuti hati seorang anak di sudut halaman itu.
“Hai!” sapaku ramah padanya. Wajahnya murung, sikapnya sangat tertutup. Dia menggeser badannya membelakangiku begitu sadar aku mendekatinya. Seolah ada sesuatu yang tabu terlihat olehku.
“Kamu kenapa?” Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku.
Ia hanya menjawab dengan kebisuan, tanpa kata.
Ia menatapku sejenak, lalu kembali tertunduk ke tanah sambil melempar pandangan kosong ke dedauan kering di sela kedua kakinya.
“Aku kecewa dengan Tuhan!”
Aku tercenung mendengar pernyataannya.
“Kenapa Dia menciptakanku seperti ini, tidak seperti anak lainnya?!” nada protes begitu kental terasa di sana.
“Selama 21 tahun perjalanan hidupku, aku selalu dikungkung oleh aturan orang tuaku. Mereka selalu memaksakan kehendak mereka kepadaku,” semburat sedih terlihat jeals di wajahnya.
“AKU MATI!!”
“Hidupku tidak ‘hidup’, aku bosan!!” terasa hujaman sembilu di akhir ceritanya.
Sejenak aku melihat dia. Secara fisik, ia sangat terpelihara. Kulitnya bersih, bajunya bagus. Sungguh kontras dengan jiwanya, gelap dan suram. Pandangannya kosong, jiwanya tak terlihat, jauh terkubur di dasar hati.
* * * * Continue reading →
-7.800000
110.400000