Ponti, Sebuah Perayaan Kemenangan

Ponti, sebuah nama. Tak sesederhana kau mengucapkannya. Tak sesederhana kau memanggilnya. Pada setiap panggilannya, ada benang merah masa lalu yang terpilin panjang. Padanya, sebuah kota di garis katulistiwa. Padanya, sebuah pintu menuju jalur kenangan. Padanya, sebongkah prasasti untuk mengabadikan masa kejayaan. Padanya, selembar undangan reuni, persabatan jiwa-jiwa pengembara yang tak akan habis masanya. Padanya, sebuah harapan akan cinta. Continue reading

Kekal dalam Keindahan

Bersyukurlah kalian yang tak perlu menunggu seribu tahun untuk saling menemukan.

Tidak perlu berpindah-pindah hati, tak perlu merasakan sakit yang terlalu.

Tak perlu tahu kejamnya pria dan wanita yang saling menyakiti.

Tak perlu mengerti bagaimana dua hati yang mencintai bisa saling membunuh dengan pasti.

 

Beruntunglah kalian yang bisa kembali bersama setelah semua yang terjadi.

Tawa, tangis, amarah, adalah syarat mutlak yang tak bisa dihindari.

Cinta bukan jaminan, namun kebersamaan selalu terlalu berharga untuk disia-siakan. Continue reading

Karamina

Namaku Karamina. Cantik ya? Ibu bilang, diambil dari nama teman lamanya yang ia sudah lama tak jumpa. Sebentar mereka kenal, berteman, dan tidak terlalu akrab sebenarnya tapi Ibu menyukai temannya bernama Karamina itu sampai-sampai ketika aku lahir dinamainya aku “Karamina”. Aku tidak keberatan dengan nama secantik itu, dan dari cerita-cerita Ibu yang meski tidak sering selalu seru untuk didengar, aku juga menyukai Karamina, teman lama Ibu itu.

Kami, aku dan pemilik asli nama ‘Karamina’ itu, pernah dua kali bertemu tapi aku tidak ingat. Ibu bilang waktu itu aku masih kecil sekali. Karamina, teman lama Ibu itu, tinggal jauh di pulau lain. Mereka, Ibu dan temannya Karamina, kenal bertahun-tahun yang lalu ketika Ibu kuliah di pulau itu. Karamina begitu mudah masuk ke semua pergaulan, kata Ibu. Temannya banyak, kata Ibu. Ia beruntung bisa menjadi salah satu teman Karamina, kata Ibu. Mungkin karena sifatnya yang ramah pada semua orang tanpa membeda-bedakan, mungkin bicaranya yang mengalir dan akrab, mungkin tertawanya yang menyenangkan. Continue reading

Catatan Kiriman

Maafku atas waktu yang tak bisa ku kejar sebulan ini. Bukan karena dia terlalu cepat berlari. tapi aku akui, itu karena aku terlalu sulit mengikuti. Aku tahu, Harimu telah berlalu, tapi ijinkan aku menyelipkan rindu susulan untukmu.

Ada orang-orang yang membuat kita berpikir bahwa lebih baik sendirian daripada bersama dengan mereka. Aku tak pernah menyangka pikiran ini pun hinggap padamu. Dari sosok yang selalu aku kagumi dalam berkawan. Sahabatmu tersebar di mana-mana, bahkan di sudut yang tak pernah aku sangka sekalipun. Kau tahu, aku kagum padamu sejak dulu. Dari pemikiranmu itu, aku merasa punya kawan sepemahaman.

Ada orang yang menyia-nyiakan cinta yang begitu besarnya. Sementara fakir tersebar di mana-mana. Kali ini saya berdoa untuk karma. Manusia adalah makhluk unik. Itulah definisiku tentang mereka. Walau mereka nampak serupa di luar, jauh di dalam jiwa, mereka bisa menjelma menjadi miliaran bahkan triliunan pribadi yang sama sekali berbeda. Apalagi soal cinta, rasa yang sejak dulu sangat senang mempermainkan jiwa. Satu hati yang mengharap, belum tentu tersambut dengan hangat. Bisa meleset, bisa terpental. Ada pula yang rela memendam cinta, demi menjaga hubungan sahabat yang riskan rapuh oleh cinta. Mungkin mereka salah dua dari yang kau sebut dengan fakir cinta. Semoga karmamu tak menyentuh mereka yang telah jujur pada rasa, dan mereka yang rela berkorban demi cinta yang sesungguhnya. Continue reading